Selasa, 26 Maret 2013

Saya, Pekerjaan, dan Tuhan

Seorang temen sedang berkeluh kesah tentang bagaimana dia bisa mendapatkan pekerjaan. Dia bertanya kepada saya. Dan saya rasa dia sedang bertanya pada orang yang salah. Saya, bahkan hingga detik ini masih bertanya, bagaimana mendapat pekerjaan yang tepat untuk saya. Saya belum pernah bekerja. Literally. Bekerja yang saya maksud, bekerja di sebuah perusahaan atau lembaga dengan job desk yang sebenarnya. Bekerja, dari pagi hingga siang atau sore, gajian sebulan kali, pakai seragam, ada atasan dan bawahan.

Saya, bahkan pernah melamar pekerjaan di sebuah perusahaan berkali-kali, dan saya tak pernah diterima. Padahal IPK saya tak buruk sama sekali. Bagus malah. Saya lulusan terbaik kedua di jurusan saya. Saya mendengar kabar bahwa adik kelas saya yang “biasa-biasa saja” waktu kuliah, berhasil masuk di perusahaan yang saya idamkan. Saya bertanya dalam hati, lalu mengapa begitu sulitnya saya mencari pekerjaan? Entah, saya tak pernah tahu jawabannya. Mungkin belum waktunya untuk saya tahu jawabannya.

Dulu, saya pernah melamar sebuah pekerjaan di tempat yang memang saya sangat menginginkan pekerjaan tersebut, tapi pada saat wawancara, pihak pewawancara mengatakan, “dengan IPK sebagus ini kamu mau bekerja di perusahaan ini? Kuliah lagi saja, lalu jadi dosen". “Sayang nilai kamu”. Apa-apaan ini? Saya pernah diterima langsung tanpa syarat di sebuah media massa untuk menjadi pewarta. Bahkan pimpinan redaksi tersebut yang langsung menghubungi saya, dan saya bisa bekerja esok harinya, langsung. tanpa ada wawancara apapun. Tapi entah mengapa hati saya tak tergerak untuk menerimanya. Setelah itu saya bercerita pada teman saya tentang penolakan tersebut, dia mengatakan betapa bodohnya saya menolak tawaran yang luar biasa tersebut. Belum ada ceritanya diterima perusahaan sebesar itu tanpa harus menjalani tes apapun. Saya itu beruntung. Tapi saya tak merasakan yang sama. Mungkin arti kata beruntung memiliki makna yang berbeda bagi kami berdua.

Yang jelas saya percaya, ada campur tangan Tuhan dan restu orangtua di sana. Jika Tuhan belum menggerakkan tangannya untuk menempatkan saya di suatu posisi, saya yakin, tak akan terwujud. Dan saya lebih percaya pada suatu hal, rezeki, maut, dan jodoh saya sudah diatur. Yang saya perlu lakukan hanyalah berusaha dan berdoa, selanjutnya biarkan Tuhan yang menyelesaikan semuanya. Rencana Tuhan pasti indah. Apapun itu.